Minggu, 01 Mei 2016

REFLEKSI HARI BURUH INTERNASIONAL

REFLEKSI HARI BURUH INTERNASIONAL 
(PR BESAR NEGERI INDONESIA)


Satu Mei apa yang terlintas di benak kita tentang tanggal ini? Yup, tanggal merah kita sebagian karyawan bisa libur menikmati indahnya hari. Eits, tahun ini, tanggal merahnya jatuh di hari Minggu, sayang banget. Jadi kan kita gak bisa liburan da emang udah waktunya libur meren hari Minggu mah.

Tanggal satu Mei ini kita peringati sebagai hari buruh Internasional. Lantas, apa yang ada di benak kita tentang buruh? Jujur saja aku adalah seorang frehgraduate sarjana yang sedang magang di perusahaan fashion yang masih berbentuk CV. Ngomong-ngomong soal buruh dan tuntutannya, ada hal yang menjadi unek-unek diriku tentang kata buruh. Dengan tanda kutip seorang sarjana seperti ku juga kini menjadi seorang buruh alias pekerja, meskipun sedang magang.

Karena alasan magang itulah, aku seperti tidak diberikan penghargaan selayaknya seorang freshgraduate lulusan sarjana salah satu Universitas Negeri di Bandung. Setelah aku selidiki ternyata tidak hanya aku saja yang merasakan hal yang sama, tapi teman kerjaku yang lain juga bertutur seperti itu. Meskipun memang mereka bukan berasal dari lulusan sarjana seperti ku. Tapi setidaknya mereka pun harus diberikan penhargaan yang sama seperti ku meskipun dari ukuran gaji kita sangat berbeda.

Ada beberapa hal yang aku garis bawahi tentang PR besar para pengusaha Indonesia (terlepas itu PT, CV ataupun bentuk usaha lain). Pertama jam kerja, saat ini aku bekerja di 6 hari kerja dari jam 07.30 hingga 16.30, jika dihitung-hitung berarti ada 9 jam dengan satu jam waktu ISOMA. Hal ini telah melanggarUU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77-85. Karena di dalamnya tertuang bahwa jika enam hari kerja maka jumlah kerja per harinya adalah 7 jam/hari atau sama dengan 40 jam kerja/minggu. Jikalau melebihi itu, maka sisanya akan dihitung ke dalam lembur. 

Kedua untuk hal lembur tertuang dalam PERMEN No. 102/MEN/IV/2004 dengan peraturan bahwa lembur paling banyak 3 jam.hari atau sama dengan 14 jam/minggu, itupun harus di luar istirahat mingguan/hari libur resmi. Upah lemburan pun dibayar dengan 1/173 upah sebuln dengan Peraturan Kepmenakertrans No. 102/MEN/IV?2004. Di tempat kerjaku kini, upah lembur kadang tidak sesuai dengan keadaan real nya. Padahal mereka sudah menghitung tapi jumlahnya tidak sesuai dengan apa yang mereka ukur.

Ketiga adalah upah minimun regional/provinsi tahun 2016, untuk Jawa Barat khususnya Bandung adalah dikisaran Rp 2.250.000,-. Memang aku udah berada di atas itu gajinya, kalau ditambahkan dengan biaya lembur, transportasi dan makan. Ini kan seharusnya tidak bisa begitu? Kita lupakan dulu masalah gajiku yang upahnya tidak sesuai dengan UMR/UMP. Aku melihat karyawan yang berada di bawahku lebih parah dariku, ada yang gajinya Rp 400.000,- per dua minggu, cukup apa uang segitu untuk kebutuhan hidup? Memang sih, kerjaan dia tidak sekeras aku menggunakan kekuatan pikiranku, tapi kerjaan dia manggul sana manggul sini dengan kualifikasi pendidikan terakhirnya adalah SMA. Itu kan ga sepadan?


Mereka hanya bisa mengeluh, dan membuat produktivitas kerja mereka menurun. Tanpa melakukan hal konkrit lain yang bisa memperbaiki masalah mereka. Sekian keluh kesah ini yang seharusnya menjadi PR besar bangsa Indonesia dalam memperbaiki dan memberdayakan para buruh dan pekerja, tidak hanya pemerintah, tapi seharusnya para pengusaha pun memperhatikan hal ini karena erat kaitannya dengan produktivitas kerja.